Minggu, 13 Oktober 2013

Mengenal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan




Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau dikenal dengan BPJS merupakan suatu lembaga yang dipercayakan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia. Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan peran PT Askes dan PT Jamsostek yang akan  dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, dan pada 2015 PT Jamsostek yang akan menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Kepesertaan BPJS Kesehatan
Dalam pasal 14 UU BPJS kepesertaan besifat wajib bagi setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah tinggal di Indonesia selama minimal enam bulan.  Bahkan warga miskin pun akan diikutkan dalam kepesertaan yang nantinya premi akan ditanggung oleh pemerintah melalui program bantuan iuran. Jaminan kesehatan rencananya dimulai secara bertahap di 2014 dan diharapkan seluruh warga Indonesia sudah masuk dalam kepesertaan pada tahun 2019.

BPJS vs JKS
Program ini bertujuan pemerataan pelayanan kesehatan untuk seluruh lapisan masyarakat indonesia. Kabar baiknya bila orang yang tidak mampu sakit, tidak perlu pusing memikirkan biaya untuk pengobatan karena semua sudah ditanggung oleh pemerintah asalkan mengikuti prosedur yang berlaku. Tidak seperti Program Kartu Jakarta Sehat dimana pasien bebas berobat ke rumah sakit secara gratis. Dalam BPJS tidak bisa seperti itu, ada prosedur yang jelas dimana pasien harus berobat dulu ke fasilitas kesehatan primer (praktek dokter atau klinik yang bekerjasama dengan BPJS dan puskesmas) bila seandainya memerlukan rujukan baru pasien diberi surat pengantar rujukan ke rumah sakit yang terdaftar BPJS. Dengan adanya mekanisme seperti diatas, diharapkan hanya pasien yang benar-benar perlu rujukan yang berobat ke rumah sakit. Selama ini kadang batuk pilek biasa pasien ingin berobat di rumah sakit, sehingga terjadi penumpukan konsentrasi pasien yang tidak efektif dan efisien padahal fasilitas kesehatan primer pun sangat mumpuni untuk mengobati. 


"Bagaimana dengan tenaga medis dan para pemilik fasilitas kesehatan primer?" 

Dengan adanya program ini akan menggiring fasilitas kesehatan primer lebih ke arah dokter keluarga, walaupun pemerintah menegaskan tidak akan menerapkan sistem dokter keluarga hanya mengadaptasi sebagian sistemnya saja.  Nantinya praktek dokter, klinik pratama dan puskesmas akan membawahi beberapa jiwa yang ada diwilayah tersebut. Dimana pihak BPJS akan menyalurkan dana untuk melayani kesehatan masyarakat sebanyak jiwa yang tertanggung pada fasilitas kesehatan tersebut. Bila pasien yang berobat (angka kesakitan tinggi) banyak bisa saja merugi, sedangkan bila pasien yang berobat sedikit (angka kesakitan rendah) makin sedikit biaya operasional yang dikeluarkan, bisa mendapatkan untung. Dengan begitu fasilitas kesehatan primer dituntut untuk bisa meningkatkan derajat kesehatanan tanggungannya dengan cara promotif dan preventif agar angka kesakitan pasien yang berobat menjadi rendah.

Banyak opini dari para tenaga kesehatan dan pemilik fasilitas kesehatan primer yang skeptis dengan program BPJS,  kebanyakan dari mereka masih terbayang-bayang keluhan tenaga kesehatan saat KJS berlangsung dimana beban kerja yang tidak manusiawi (membludaknya pasien) tanpa diikuti dengan kenaikan penghasilan. Bukan berarti tenaga kesehatan tidak berjiwa sosial, menurut saya sangat manusiawi bila seseorang menginginkan kesesuaian antara beban kerja dan hasil yang didapat, bahkan profesi sosial sekalipun. 

Saya pribadi melihat BPJS ini bagai dua mata pisau untuk tenaga medis dan pemilik usaha fasilitas kesehatan primer, bila kita bisa mengelola dengan baik akan menguntungkan tapi jika tidak siap-siap untuk merugi. Dilain kesempatan saya akan bahas tips dan trik bagaimana fasilitas kesehatan primer bisa survive bahkan untung menghadapi BPJS.

Semoga bermanfaat

Best Regards,
dr. I Nyoman Prabawa R.

Jumat, 11 Oktober 2013

Anda Seorang Dokter Yang Galau Masalah Karir ? Baca Dulu Ini




Mereview kembali peristiwa detik-detik kelulusan beberapa waktu setelah sumpah dokter terucap. (Sumpah dokter adalah momen semacam wisuda dimana kita dinyatakan telah lulus secara akademis dan birokrasi sehingga status kita telah diangkat sebagai dokter beneran)

  
Mimpi dan cita-cita

Setelah lulus saya banyak berbincang tentang apa yang teman-teman saya ingin raih di masa depan. Ternyata mimpi para rekan sejawat sangat bervariasi, mulai dari menjadi sub spesialis hingga menjadi kepala daerah. Semua sah-sah saja, tergantung dari niat dan keinginan menjadi apa anda berpuluh-puluh tahun kedepan. Yang menarik disini bila kita ambil rerata dengan penelitian sederhana pada rekan-rekan sejawat saya, didapatkan hampir 70% dari mereka ingin melanjutkan sekolah spesialisasi bila ada rejeki, 20 % ingin S2 atau berkarir di struktural, dan lain-lain 10 % (pengusaha, kepala daerah, dokter umum saja bahkan ada yang hanya ingin jadi ibu rumah tangga)Disini jelas terlihat jenjang karir keprofesian masih mendominasi disusul jenjang karir akademisi dan lainnya.




Tahun-tahun awal setelah lulus

Kenyataannya, satu sampai tiga tahun awal setelah dinyatakan lulus adalah masa-masa dimana galau karir melanda, banyak rekan sejawat yang mulai bingung menetapkan arah berkarir di jalan yang mana. Dari 70% impian melanjutkan spesialis, hanya hitungan jari yang sudah berada di posisi tersebut, sebagian lainnya sedang dalam proses (mengumpulkan biaya, mengikuti tes, mencari rekomendasi, dll) sisanya mengurungkan niatnya dan mulai beralih mencari alternatif lain. Begitu juga dengan pilihan karir lainnya kondisi tidak jauh berbeda.


Sebaiknya tetapkan impian sedini mungkin, lalu fokus dan konsisten dalam mencapainya. Jangan sampai tidak ada target yang jelas, sehingga tujuan kita bercabang kemana-mana yang pada akhirnya kita hanya berjalan ditempat dengan kebingungan atau merasa salah jalan dan waktu yang terbuang percuma. "if you fail to plan then you plan to fail"

  
Lihatlah seniormu dalam mimpimu

Saat anda bermimpi ingin menjadi sesuatu, pastikan anda enjoy saat telah berada di posisi tersebut. "Lha gimana caranya?"  Mudah, tidak perlu menunggu sampai anda berada di posisi tersebut dan bila tidak suka anda tinggalkan. Lihat lah senior anda yang telah berada di posisi mimpi anda, amati kesehariannya dan tanyakan suka duka beliau di posisi tersebut, setelah mendapat cukup info, bayangkan apakah posisi itu yang benar-benar anda inginkan? Bila iya silahkan tancap gas, dan tanyakan kiat-kiat bagaimana hingga mencapai impian anda. Bila tidak, jangan buang-buang waktu cari jalan karir lainnya segera.

  
Impian, usaha dan resiko

Setiap mimpi tidak ada yang instan untuk diraih, mie instan saja harus direbus dlu (proses) sebelum bisa dimakan (hasil). Namun tiap mimpi memiliki resiko saat anda meraihnya dan usaha yang harus selaras dengan mimpi tersebut. Jangan hanya bermimpi besar tapi usaha minimal, sama saja seperti ingin memindahkan gunung menggunakan sendok makan.


Anda yang ingin menjadi spesialis harus siap bersaing dengan 70% dari rekan sejawat lainnya yang memiliki impian sama, berjuang saat menjadi residen, lebih keras mencari sumber pembiayaan sekolah dll. Atau anda yg ingin menjadi pengusaha harus rela memulai karir dan belajar di luar ilmu profesi yang telah ditekuni bertahun-tahun, siap akan jatuh bangun dalam membangun usaha dan lainnya.

 







Pada akhirnya apapun pilihan karir rekan sejawat sekalian, hendaknya jangan sampai meninggalkan total profesi yang telah kita capai dengan susah payah selama ini. Karena inti dari tujuan profesi kita ialah sosial dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.


Sejatinya tidak ada profesi yang lebih superior dari yang lain entah itu dokter, karyawan, pengusaha bahkan pemulung sekalipun semua tergantung dari niat anda dalam bekerja dan seberapa besar manfaat yang ditebar dari hasil kerja anda.

  
Semoga bermanfaat



Best Regards, 

dr. I Nyoman Prabawa R


Rabu, 09 Oktober 2013

Menjamurnya Fakultas Kedokteran di Indonesia Menjadi Peluang Baru Dalam Berbisnis






Pembaca sekalian sampai dengan saat ini tercatat banyak universitas-universitas yang membuka program studi pendidikan dokter. Menurut data yang saya dapat dari Wikipedia Indonesia terdapat 74 universitas di Indonesia yang membuka jurusan kedokteran dan 10 diantaranya berlokasi di DKI Jakarta. Menurut situs berita JPNN rasio ideal dokter berbanding jumlah penduduk ialah 1:10.000 jiwa bahkan negara maju sudah di angka 1:5000 jiwa. Untuk memenuhi rasio ideal tersebut Indonesia membutuhkan sekitar 210.000 dokter, sedangkan saat ini baru terdapat sekitar 80.000 dokter. Indonesia memang masih  kekurangan tenaga medis terutama di daerah-daerah terpencil. Sayangnya penyebaran dokter masih belum merata dan masih menumpuk di kota-kota besar. 

Upaya Pemerintah
Dalam memenuhi kuantitas tersebut tentunya harus dibarengi dengan kualitas dari kompetensi seorang dokter agar tercapainya efektifitas rasio ideal yang di butuhkan. Oleh karena itu pemerintah mengadakan sistem UKDI (Ujian Kompetensi Dokter Indonesia) juga sistem internship dan PTT yang diharapkan dapat menjaga kualitas serta pemerataan kuantitas dokter di Indonesia.

Penyebab Menjamurnya FK
Banyak orang yang beropini tentang tingginya permintaan kebutuhan dokter merupakan salah satu penyebab menjamurnya fakultas kedokteran di Indonesia. Entah karena orientasi pemenuhan kuota atau menjadi peluang baru untuk pelaku industri pendidikan. Mengapa peluang? Karena fakultas kedokteran merupakan program studi yang saat ini masih berada di peringkat teratas dalam hal biaya maupun peminat. Dengan adanya demand dan cost yang sama-sama tinggi tentu menjadi peluang bisnis yang sangat menjanjikan.

Peluang Bisnis
Bayangkan, tiap tahunnya rata-rata fakultas kedokteran swasta maupun negeri bisa menerima mahasiswa sebanyak 100-300 anak, dengan biaya masuk saat ini diatas nominal 100 juta (untuk universitas swasta).

Dengan mengambil contoh jumlah minimal saja, bila 100 orang mahasiswa baru masuk dengan biaya per orang  sebesar 100 juta rupiah maka :

100 anak x 100 Juta = 10 Milyar / tahun

Angka diatas merupakan omset minimal untuk sebuah univesitas swasta saat penerimaan ajaran baru yang hanya bersumber dari fakultas kedokteran saja dan belum termasuk biaya spp, biaya praktikum dll.

"Menggiurkan bukan?"

Dampak positif dari menjamurnya fakultas kedokteran ini juga terciptanya peluang-peluang baru dikarenakan jumlah pasar yang meningkat. Mulai dari meningkatnya permintaan dosen dan staf karyawan, belum lagi alat-alat kesehatan, buku kedokteran hingga kost-kostan. Ini menjadikan peluang baru dengan segmen pasar yang baru juga. Sebagian mahasiswa FK memang terkesan ekslusif dan rata-rata berasal dari keluarga yang cukup loyal dalam hal memfasilitasi anak. Oleh karena itu sebagai pelaku bisnis ini dapat memberikan pasar tersendiri karena keunikannya, kategori premium pun bisa dimasukan dalam segmen pasar ini. 


Nah sekarang tinggal kita yang menentukan, apa anda akan ikut bermain atau hanya sebagai penonton?

Semoga bermanfaat..

Best Regards,
dr. I Nyoman Prabawa R.

Selasa, 08 Oktober 2013

Dokter Harus Berbisnis Dan Jadi Pengusaha !



Pasti banyak dari rekan sekalian yang akan terbingung-bingung melihat judul dari artikel ini. 

"Lho kok dokter malah bisnis?" 

Bukan maksud untuk mengkomersilkan sebuah profesi yang menjunjung tinggi nilai sosial, tetapi lebih mengajak rekan sejawat untuk independen dalam hal finansial dari luar profesinya, sehingga tujuan mulia sebagai seorang dokter tidak terbagi dengan tuntutan pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari.

Mungkin banyak dari masyarakat awam yang memandang seorang dokter itu identik dengan gaya hidup mewah, kaya dan segala berkecukupan. Faktanya dilapangan masih banyak terdapat dokter-dokter yang hidupnya kekurangan dalam hal finansial. Menurut teori hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan dasar fisiologis manusia yang tidak terpenuhi bisa menyebabkan tidak efektifnya seseorang untuk produktif, termasuk profesi dokter.

Berbisnis merupakan kegiatan yang menghasilkan keuntungan dan manfaat. Keuntungan dapat berupa produk dan jasa yang menghasilkan pendapatan dan manfaat merupakan dampak positif untuk lingkungan sekitar, seperti membuka lapangan kerja, menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat hingga turut serta dalam meningkatkan perekonomian suatu bangsa. Dengan adanya pendapatan yang menjadikannya sumber finansial baru dari luar profesi maka seorang dokter dapat fokus secara maksimal tanpa harus khawatir akan pemenuhan finansialnya. 

Bayangkan..... bagaimana bila profesi anda semata-mata dijalankan sebagai hobi dengan tujuan mulia..... dan segala kebutuhan yang berhubungan dengan finansial bisa didapat dari luar profesi ? 


  







Semoga bermanfaat...

Best regards, 
dr. I Nyoman Prabawa R.

Senin, 07 Oktober 2013

Salam DoctorPreneurs..



Para sahabat pembaca, baik rekan sejawat maupun teman-teman umum sekalian pertama-tama saya ucapkan selamat datang di  Blog The DoctorPreneurs, Dokter untuk sosial & Entrepreneur untuk finansial.

Sebuah catatan kecil tentang profesi dokter dan dunia entrepreneur yang akan disajikan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi seputar dua dunia tersebut oleh pembaca pada umumnya dan tentu penulis pada khususnya.

Dunia kedokteran berkembang dengan pesat, begitu juga dunia bisnis. Era informasi seakan mengukuhkan siapa yg tercepat mendapat informasi dia lah pemenangnya. Oleh karena itu saya mencoba menyajikan hal-hal terbaru yang berkaitan dalam dua bidang tersebut.

Sebagai seorang dokter selain berprofesi sebagai profesional, mereka harus mampu untuk "melek" dalam situasi bisnis dan kebijakan yang menyangkut profesinya, agar kedepannya bisa tetap bertahan dan mencari akal untuk menyikapi perubahan-perubahan kebijakan yang terkadang kurang memihak untuk profesi dokter.

Tanpa bermaksud mengkomersilkan profesi seorang dokter, saya mengajak para rekan sejawat untuk melirik dunia entrepreneur agar dapat memperkokoh tujuan sosial yang dilafalkan dalam sumpah dokter. 

"Bagaimana bisa entrepreneur/bisnis malah memperkokoh tujuan sosial seorang dokter?" 

Melalui blog TheDoctorPreneurs ini mari kita sama-sama belajar bagaimana menjadi :
"Dokter untuk sosial & Entrepreneur untuk finansial"

 










Salam DoctorPreneurs !
dr. I Nyoman Prabawa R.